A Story on Bus II

Tuesday, February 22, 2011
Cerita ini terjadinya bersamaan dengan dengan kejadian di A Story on Bus I (bagi yang belum baca silahkan buka note sebelumnya :), cuman biar gak terlalu panjang dibagi dua hehhe.

Saat aku diceramain oleh penumpang sebelahku dalam waktu yang sama aku dengar musik nyaring banget. Aku pikir musik itu yang memutar kru bisnya. Tapi ketika aku keluar bis sebentar untuk membeli minuman kok di bis bagian depan suara musik tidak terlalu nyaring terdengar ya, hanya di bis bagian tengah (tempat dudukku) saja yang terdengar nyaring.

Aku baru sadar kalau musik itu berasal dari HP penumpang di belakangku. Lagu-lagunya sih enak, tapi kalau diputer jam 1 malam tentu sangat mengganggu. Beberapa orang yang duduk disekitarku beberapa kali nengok si Mbak yang muter musik tersebut dengan pandangan gak nyaman, tapi tidak seorangpun berkomentar.

Pertama aku pikir mbak ini kurang pas masang headsetnya, hingga lagunya kedengaran, tapi ketika aku tengok emang dia gak pake headset kok, berarti emang sengaja dikencengin musiknya. Aku yang saat itu sudah sangat ngantuk dan capek berat mulai gelisah, sudah penumpang samping usil tanya-tanya terus, eh nih musik kenceng banget. hingga lagu keempat berlalu, aku masih tidak bereaksi. Beberapa kali aku tengok mbaknya ini dengan harapan tatapan ketidaknyamanku bisa memberitahu dia kalau aku tidak suka dengan situasi ini, jadi aku gak perlu mengeluarkan suara untuk menegur, tapi dia cuek-cuek aja tuh.

Hingga pada akhirnya aku TERPAKSA harus menegurnya.
"Mbak, maaf ini musik dari Hp nya Mbak ya?" tanya ku dengan seramah mungkin. Dia tersenyum dan dengan suara renyah dia menjawab "Iya mbak, baguskan suara musiknya? aku pake Sony Ericson mbak." WHAT?? siapa lagi yang tanya merek HP nya, emang dikira aku pengen HP nya?? pasti HP ku lebih bagus dari HP dia *dubrakkk deh*. Dengan mencoba menyabarkan diri aku jawab, "iya mbak bagus suaranya, tapi bisakah mbak pake headset aja kalau mau dengar kanlagu? terus terang saya ngantuk, suara musik mbak mengganggu saya, sepertinya penumpang lain juga pada kecapean mbak, kan emang sekarang waktunya tidur mbak." Setelah bicara aku begitu langsung menghadap depan lagi. Aku tidak tahu bagaimana perubahan wajahnya, yang jelas musiknya langsung berhenti. Mas-mas cakep yang duduk d seberang kursiku tersenyum sambil mengeluarkan jempolnya untukku, Bapak yang di depanku juga tersenyum ke aku. Tuh kan pada sepakat dengan apa yang aku lakukan?? :)

Heran deh, kok ya ada orang yang mau pamer HP malam-malam di bus wkwkwkwkkwkw
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 12:25 AM, | 102 comments

A Story on Bus I

Wah kayaknya udah lama nih gak report perjalanan :). Pertengahan oktober kemarin aku pulang ke Banyuwangi, lalu minggu malam senin tanggal 10 Oktober aku berangkat ke Surabaya. Tiket Mutiara Timur sudah di tangan, jam keberangkatan 23.05, aku udah nyampek stasiun jam 22.00. Eh setengah jam berikutnya ada pengumuman bahwa kereta Mutiara Timur di batalkan pemberangkatannya karena rel kereta di Banyuwangi kota terendam banjir. Mampus deh. Akhire pindahlah ke terminal.

karena kereta tidak jalan, banyak penumpang kereta yang pindah ke Bis. Biasanya Bis A ini tidak laku, tapi berhubung gak ada kereta bis ini ketiban rezeki, penumpangnya full, sampe pada berdiri. Syukur aku dapat duduk. Aslinya males banget naik bis ini, tapi gimana lagi udah malam, dan kalau malam bis yang ada emang cuman bis jelek-jelek gini, lagian udah nunggu lama gak ada bis lainnya. Gak nyaman banget aslinya, harus memangku tas ransel yang penuh baju dan netbook, plus tas tangan. Disampingku ada penumpang yang umurnya mungkin baru belasan tahun, kayaknya transgender. Dia tanya ke aku dengan gaya gemulainya "Ibu, pergi sendiri ya?" Aku menganggukkan kepala. waduh reaksinya tidak terduga, dia langsung kaget, mata melotot, kedua tangan diletakkan di pipinya sambil bilang "Aduh ibu.... kok berani sih???." Aku pun hanya nyengir aja.

Aku sebenarnya udah gak nafsu banget untuk ngobrol,karena panas dan ngantuk banget. udah jam 1 malam saat itu. Eh si teenager ini masih usil aja nanyain aku, kali ini tasku yang jadi bahan pertanyaannya, "Ibu bawa tas dua ya?" Aku kembali mengangguk, dengan tangan memegang pundakku dia mulai menuturi aku, "Ibu, besuk lagi bawa tas satu aja, kata temenku bawa dua tas itu bahaya, apalagi ibu pergi sendiri. Ingat pesan saya ya bu." Kali ini gantian mataku yang melotot. Beruntung aku sedang baik hati tidak ganti ngomel-ngomel, jadi aku diamkan aja.

Mataku sudah mulai setengah tertutup ngantuk. Eh dia kembali menyenggol tanganku, akhire aku nengok juga, "Ibu, tau tidak dari Genteng ke Surabaya berapa bayar bisnya." Selama ini aku lebih sering naik kereta or naik patas, jadi aku gak tahu harga pasti bis ekonomi, karena males menerangkan panjang lebar, akhire aku hanya jawab "Enggak tau." waduhh nih anak malah cengingisan sambil nutupi mulut dan bilang "Ihh.. ibu gak pernah pergi ya?" WHAT????? Glodakkkkkkkkkk

 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 12:22 AM, | 18 comments

Mahalnya Informasi

Dengan ketiga teman aku melakukan small research tentang pemberitaan tentang Kekerasaan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam sebuah media nasional yang mengusung label agama tertentu. Kami berbagi tugas, aku dan salah satu teman harus mencari data ke Pusat Dokumentasi (Pusdok) di media yang akan kami teliti, sedangkan dua temen lainnya kebagian cari tambahan buku reference di perpustakaan jurusan Komunikasi di salah satu Universitas terkenal dan tertua di Indonesia. Cerita di bawah ini adalah rangkuman dari pengalaman dua kelompok kecil ini.

Cerita pertama aku awali dari pengalamanku mencari data ke pusdok media yang berada di kawasan warung Buncit. Beberapa hari sebelumnya aku telah mengontak pihak pusdok untuk meminta ijin mencari data-data tentang KDRT yang ada di koran tersebut. Aku lalu membuat janji bertemu, dan aku datang di hari yang telah kami sepakati. Setelah naik busway dan turun di halte Pejaten, kami menuju kantor redaksi. Ruangan pusdok berada di lantai 3, dengan mengenakan kartu tamu kami berdua naik ke lantai 3 melalui tangga. Sempat heran juga nih, masak kantor segede ini gak ada elevatornya :).

Kami bertemu dengan staf yang pernah aku telfon. Sebelum datang ke pusdok ini aku membayangkan akan dapat file dalam bentuk pdf dari keselurah berita dari beberapa bulan yang akan jadi fokus penelitianku. Dari berita-berita tersebut aku bisa memilih berita-berita yang aku butuhkan. tapi ternyata untuk bisa mengaksesnya dan mengunduh data-data pdfnya bayarnya 1 lembarnya 5 rb. Watawww bayangkan bila yang aku butuhkan data mulai januari-juli, terus setiap hari ada sekitar 20 halaman, berapa jumlah uang yang harus aku keluarkan???

setelah berdiskusi dan sedikit berdebat akhirnya diputuskan aku hanya mencari berita-berita tentang KDRT melalui keyword KDRT dan muncullah 16 berita, dan kita harus membayar tiap lembar beritanya 5 rb. Ya lumayanlah untuk sekedar memangkas uang. Terus terang aku heran kenapa mereka terkesan begitu "pelit" untuk berbagi informasi, toh bila ada unsur positif dari penelitianku pasti juga akan meningkatkan kredibilitas koran tersebut. Disamping itu mereka sudah pasti mendapatkan income dari penjualan harian koran, lalu kenapa untuk mendapatkan informasi-informasi tersebut harus juga dipungut biaya yang terbilang tinggi.

Cerita kedua dari tim kecil kedua yang pergi ke perpustakaan pasca jurusan komunikasi. Memang teman kami bukan mahasiswa univ tersebut, tapi karena kami sedang melakukan short course dan fasilitatornya orang-orang dari univ ini jadi kami diberi kartu perpus untuk mengakses perpus PSKW (Pusat Studi kajian Wanita). Dua temenku datang ke perpus komunikasi karena perpus PSKW sedang tutup, dan jauh-jauh hari petugas PSKW telah mengisyaratkan kalau kita bisa mengakses perpus pasca.

Ketika sampe di perpus jur komunikasi, dua temenku menemui petugas untuk meminta ijin membaca. Temenku tahu kalau mereka hanya akan dapat hak membaca, bukan hak pinjam, dan merekapun siap untuk membayar agar dapat akses membaca. Dengan membawa list buku yang hendak dicari, temenku berbicara dengan petugas. "Bisakah kami ikut membaca bu?" dengan lagak yang sok dan tak acuh dia menjawab "Bisa bacakan tulisan di atas" tangannya menunjuk tulisan di atas pintu "Hanya untuk kalangan sendiri." temenku berusaha untuk menjelaskan kalau dia cuman akan membaca tidak pinjam, lagi-lagi ibu petugas menjawab dengan tidak bersahabat "Dibilangin kok masih ngotot, bisa baca tidak sih?"

Dengan gontai dua temenku mundur, eh tiba-tiba ada petugas laine yang memberikan kertas ke mereka yang isinya "ditunggu di lantai 1." Dengan tanpa tahu apa maksudnya, mereka turun dari lantai 6 ke lantai 1. Ketika di lantai 1, petugas yang memberikan memo memanggil mereka dan mengajak mereka berbicara di ruangan pojok. "Mbak mau foto kopi buku yang mana? saya akan bantu foto kopikan, bayarnya 150rb." Dua temenku terbengong-bengong, ini apa-apaan sih. "Lho pak, kami kan belum tahu bukunya seperti apa, isinya apa saja, dan setebal apa, kok bapak tiba-tiba menawarkan dengan 150 rb." bapak tadi masih juga mendesak dengan mencoba menerangkan bahwa hal itu biasa dilakukan oleh mahasiswa, tujuannya ya untuk membantu mahasiswa mendapatkan materi yang dibutuhkan. Sadar ada usaha kongkalikong dua temenku langsung tegas mengatakan "TIDAK PAK," lalu ngacir pergi.

Nurut perkiraanku tidak mungkin praktek ini berjalan sendiri, pasti sudah ada kerjasama antar petugas perpus, dan yang jelas kalau dari lagaknya pasti praktek hitam ini sudah terjadi lama. Lalu apakah kepala perpusnya tidak tahu? sulit untuk mempercayai kalau sampe kepala perpusnya tidak tahu. Kalau sudah begini lebih baik memperbaiki kebijakan dengan mengijinkan orang dari luar jurusan untuk mengakses. Kalaupun harus membayar sejumlah uang sebagai imbalan ijin membaca itu lebih fair dan uangnya lebih jelas masuknya ke perpus. Terus kalau ada yang membutuhkan referensi, perpus bisa menyediakan foto copy, dan jelas ini akan jadi sumber pemasukan yang besar buat perpus, dana itu bisa untuk membiayai pengembangan perpus. Jalan seperti ini lebih membangun dari pada uangnya masuk kantong pegawai yang tidak jelas.

Dua kejadian ini menghentakkan kesadaran terdalamku tentang mahalnya untuk mendapatkan informasi di Indonesia. Lalu bila informasi telah disetting menjadi sesuatu yang mahal dan penuh intrik bagaimana pengetahuan kita bisa berkembang.

Ah.... jadi bertambah semangat untuk terus mengembangkan perpustakaan komunitasku. Yup perpustakaan yang terbuka untuk siapa saja, tidak perlu biaya apapun untuk jadi anggota dan ataupun sekedar membaca. Aku ingin semua orang punya kesempatan untuk bisa mendapatkan informasi dari bacaan. Semoga

Labels:

 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 12:08 AM, | 6 comments

Kartini Day

Tuesday, September 28, 2010


Tanggal 21 April lalu, TK Al-Ihlas tempat dedek Mirza sekolah mengadakan acara peringatan hari Kartini. Jauh-jauh hari telah ada pemberitahuan bila akan ada beberapa lomba. Pertama lomba untuk orang tua yakni lomba rias tanpa kaca dan melibat setagen. Tentu aku gak bisa ikutan lawong harus ngampus dan ngantor hehehe. Kebetulan Ibunya Anji yang ikut dirumahku bisa ikut lomba rias tanpa kaca. Untuk anak-anak ada lomba memakai busana daerah.

Mirza emang anaknya agak pemalu, jadi aku gak mau memaksa dia. Jauh hari dia udah tak tanya mau ikutan tidak? dia jawab tidak mau. jadilah aku tidak heboh cari sewaan baju. Eh ternyata sehari sebelum acara dia bilang mau, aku lalu minta tolong ibunya Anju untuk cari sewaan baju sekalian buat Anju.

Nah pada hari H nya, kehebohan dimulai. Mirza mulai bertingkah. pagi-pagi udah muntah-muntah, tiduran gak mau berangkat. Aku pertama mengiyakan dia gak berangkat. Tapi ketika tak pegang badannya dia gak panas. Terus dia bilang "mama sekarang dedek gak masuk ya? besuk mau masuk lagi." wah aku langsung sadar kalau dia ini takut, bukan karena sakit muntahnya. Dua hari sebelumnya Mirza juga gak mau sekolah dan bilang hal yang sama "sekarang gak masuk, besuk mau masuk." Kalau sekarang aku turuti aku takut besuk-besuk akan jadi kebiasaan.

Akhirnya aksi paksaan mulai dijalankan. Mirza nangis-nangis, sampe lari-lari keluar rumah segala. Aku menekankan masuk sekolahnya yang penting bukan masalah ikut lombanya. Aku emang paling gak suka lihat anak gak sekolah. Aku bahkan bilang akan mengeluarkan sekolah kalau dia gak mau sekolah lagi.

Akhirnya dia mau sekolah dan pake pakaian adat.Pertama berangkat dia nyaprut-nyaprut gak karo-karoan. Alhamdulillah ketika nyampek sekolahan dan melihat semua temannya pake pakaian daerah dia langsung ketawa dan enjoy. sampe akhir acara dia sangat menikmatinya, bahkan dia termasuk yang dapat hadiah heheh
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 10:43 AM, | 4 comments

Dedek with Gigi Ompong

Friday, May 21, 2010
Aih..aih... lama nian tidak menjenguk blogku ini. Ternyata Facebook, papers dan kerjaanku telah sukses mengajakku berselingkuh, jadinya gak pernah nengok'in blog ini.

Cerita dedek Mirza ah...

Sepuluh hari lalu pulagn sekolah, dedek mirza nangis-nangis langsung meluk aku. Sambil tak peluk, aku tanya dedek. "Kenapa nak kok nangis?" oh oh oh ternyata dua gigi bawah yang depannya goyang.

"Mama, aku gak mau ompong, aku kan rajin sikatan kok tetep copot"
huhuhuhuhuhhuh tangis dedek semakin kenceng.

Aku memahami ketakutan dedek, karena memang dia tidak pernah bermasalah dengan gigi. Tidak pernah gigis juga, jadi ketika gigi susunya mau copot dia sudah bayangin yang enggak-enggak. Mulai bayangin rasa sakit, bayangin akan jadi ompong dan sebagainya.

Aku coba jelaskan tentang gigi susu yang pasti akan copot dan akan nanti akan tumbuh lagi. Aku ceritakan dulu Kakak Kavin, Babah, dan Mama juga mengalami itu. Sedikit menenangkan memang, tapi tetep saja dia heboh. Dedek minta telfon Babah dan cerita sambil nangis kalau giginya mau copot. hehehe. Abah yang di Banyuwangi juga di kabari kalau giginya uglik-uglik, bahkan sama Abah di godain "Ya udah besuk kalau abah ke situ tak bawakan giginya kambing." heheh.

Selama seminggu giginya Dedek masih goyang-goyang aja, belum copot. Hampir tiap jam kalau di rumah pasti dia heboh nyari kaca untuk ngelihat giginya.

Finalnya hari Rabu tanggal 19 kemarin pagi-pagi dia sudah teriak-teriak, bangunin aku dari tidur "Mama.... gigiku copot satu." Alhamdulillah dedek tidak merasa kesakitan, dan tidak ada darah yang keluar. Aku bilang ke dedek untuk membuang giginya, tapi dia gak mau, katanya mau ditunjukkan ke teman kelas dan bu gurunya.

Kehebohan gigi dedek yang copot bukan hanya terjadi di rumah, tapi juga di mana-mana, lawong semua orang di telfon Babah, Abah, Mbak Zulfi, Kakak, Pak'e, semua kebagian cerita heboh ini. Dan aku yakin di sekolah juga pasti heboh.

Sorenya saat pulang dari kantor, dedek langsung laporan "Mama, gigiku yang satu copot lagi." hahahha, lengkap sudah dua gigi susunya yang goyang-goyang sejak seminggu putus.

Sekarang dedek Mirza lucu buanget, giginya yang bawah bolong dua, kalau ngomong apa-apa pasti sulit pas, karena suaranya keluar nerobos giginya yang bolong hehehe
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 8:30 AM, | 6 comments

Dari Obrolan ke Obrolan

Sunday, March 14, 2010
First

Ada Ibu-ibu yang badannya penuh keringat habis olah raga menyapa temannya yang sama-sama baru senam.
Ibu A : "wah kayaknya tambah gemuk aja ya sekarang, bobotnya sampean 60 kg ya."
Ibu B : "Ya Allah ngeyek buanget sampean iki. Emang bobotku naik, tapi gak sampelah kalau segitu, cuman 58 kg kok."
Ibu A : "He hehe yo sepurane, lawong sampean ketok lemu buanget"
Ibu B : "Iyo je, aku sampe sebel banget kok bobotku naik."
Diskusipun berlanjut ke seputar berat badan. Aku dan Nina hanya saling pandang-pandangan dan mengulum senyum. Emang kenapa ya kalau berat tubuh lebih dari 60 kg? what's wrong then?

Second

Aku sedang menghadiri acara pernikahan keponakanku. Aku duduk dengan seorang Ibu Nyai dari Madura. Terjadi percakapan spontan yang membahas tentang pengharaman rebonding dari bahsul masail di Lirboyo.
Aku : Nyai, itu kok bahsul masail katanya atas nama pesantren putri, tapi kok ketua komisinya semua laki-laki ya?
Nyai : "Kan tidak apa-apa, bila laki-laki di bahsul masail, walaupun cuman satu, tapi sudah mewakili."
Aku : "Lho tapi apa suara perempuan didengarkan di situ? apalagi objeknya perempuan."
Nyai : "Mereka itu orang-orang yang mengerti hukum Islam. Mereka banyak lulusan timur tengah. Makanya kalau mau tahu hukum Islam itu belajar di Azhar, Cairo, seperti anak saya. Bukan belajar di orang barat. Orang Amerika itu tidak tahu apa-apa tentang hukum Islam. Apalagi dulu belajarnya di orang-orang JIL, kayak kuliah di tempatnya Amin Abdullah."
Aku?? tentu hanya bisa manggut-manggut dengan nahan gondok, ketawa dan segala macam perasaan. Pengen sekali membalikkan kata "Lho bukannya mantu Jenengan sekarang juga sedang sandwich program di Amerika Nyai?" Tapi pertanyaan itu tidak aku lontarkan. Biarkan Nyai itu merasa memiliki Tuhannya sendiri :).

Third

Aku dan Nina sedang berdiskusi tentang kemungkinan kami untuk mendapat kerja sambilan. Lumayan untuk support kuliah dan keluarga. Di tengah-tengah diskusi, seorang kawan nonyol nimbrung
Kawan : "ngomongin apa sih?"
Nina : "Biasa, ibu-ibu yang mau cari tambahan penghasilan"
Kawan : "Kalian ini kok sibuk banget. suami-suami kalian sudah pada berpenghasilan, kenapa juga kalian masih sibuk cari kerja."
Aku : "Lho kita kan tidak mau membebani suami, lagian kenapa juga sih kalau perempuan kerja"
Kawan : "Aku aja yang single breadwinner aja nyante kok."
Aku dan Nina melongo. Heran, kenapa ya kawanku ini selalu saja menyinggung kalau dia single breadwinner (pencari nafkah tunggal)?? So what gitu lho?? Bukane itu sebuah pilihan? Dan kenapa juga perempuan yang suaminya sudah berpenghasilan ketika mau cari tambahan kerja harus di pertanyakan??.
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 11:51 AM, | 2 comments

Catatan Perjuangan Ibu

Monday, January 25, 2010
Hari itu tanggal 14 Januari 2010 aku duduk dalam sebuah bis dengan adekku, menempuh perjalanan dari Jombang ke Surabaya. Bis terbilang agak penuh, ada beberapa orang yang harus berdiri. Cuaca cukup panas, terlebih bis tidak ber-ac. Tiba-tiba di sampingku ada seorang ibu yang sedang hamil berdiri. Melihat ada orang hamil aku spontan berdiri dan memberikan tempat dudukku untuk dia. Tapi ibu yang mungkin berumur awal 30-an ini mengibaskan tangannya pelan sebagai tanda menolak sambil berkata, "Matur nuwun mbak, saya mau ngamen kok." Aku kaget, lalu tersenyum pada ibu cantik ini dan duduk kembali. Tidak begitu lama ditengah bau keringat menyengat dan penumpang yang penuh, ibu ini menyanyikan beberapa lagu sambil mengunakan ecek-ecek yang terbuat dari tutup tutup botol yang di rangkai di sepotong kayu.

Ada perasaan menyayat mendengar nyanyian ibu ini. Keringat mengucur dari keningnya, dan dia berulang kali harus melindungi perutnya dengan tangan atau memiringkan badannya setiap kali ada penumpang yang naik atau turun atau ketika kondektur bolak-balik untuk menarik karcis. Beban hidup telah memaksanya melakukan ini. Tentu dia mengumpulka recehan-recehan dari penumpang untuk kelangsungkan hidupnya. Bisa jadi untuk persiapan melahirkan. Benar-benar pengorbanan seorang ibu yang luar biasa.

Pada tanggal 12-15 Januari 2010 setiap pagi aku selalu menikmati sebungkus nasi pecel yang dilengkapi dengan peyek yang dibungkus plastik. Seorang Ibu yang sedang hamil tua setiap pagi selalu datang dengan membawa sekeranjang nasi bungkus yang dia jual pada penunggu di RS Dr Soetomo Surabaya di ruangan IRD (Instalasai Rawat Darurat). Dia naik turun dari lantai dasar hingga lantai 3 setiap pagi menggunakan tangga, karena elevator di gedung ini tidak berfungsi. Tentu ini bukan hal yang mudah atau bukan tidak beresiko bagi perempuan hamil, tapi ibu yang selalu memberikan senyumnya ini tetap melakukannya. Biaya melahirkan, biaya membesarkan anak bisa dipastikan sebagai alasan utamanya tetap menekuni pekerjaan ini.

Tanggal 9 Januari 2010 sejak habis magrib seorang ibu merasakan mules yang luar biasa. Ini pertanda anak kelimanya minta dilahirkan. Sang suami sedang mengisi pengajian. Ketika sang suami datang, ibu ini segera di bawa ke bidan dengan mobil pinjaman dari saudara. Ketika sampai di tempat praktek bidan ternyata di ketahui darah ibu ini tinggi, jadi bidan merujuknya ke Rumah Sakit di kota. Pukul 3 dini hari sudah ditanda tangani kesepakatan untuk melakukan operasi cesar, tapi dokter baru menjanjikan untuk mengoperasi pukul 7 pagi. Ibu ini terindikasi terkena penyakit Eklampsia (Keracunan kehamilan) yang menyebabkan tensi darahnya tinggi. Penyebab penyakit ini bermacam-macam mungkin salah satunya Ibu ini hamil di usia yang sudah rawan, yakni umur 43 th. Pada saat menunggu jadwal operasi, Ibu ini melahirkan bayinya dengan normal pada pukul 4 pagi.

Bagi kebanyakan orang bisa disyukuri bisa melahirkan normal, karena melahirkan secara cesar akan sangat sakit pasca operasi disamping biayanya yang tentu jauh lebih mahal. Tapi ternyata tidak demikian bagi ibu hamil yang terkena eklampsia. Secara medis orang yang darahnya tinggi "Diharamkan" melahirkan secara normal. Saat itu tensi ibu ini mencapai 220. Akibat melahirkan normal ini baru terlihat satu jam setelah melahirkan. Ibu ini tiba-tiba kejang dan tidak sadarkan diri. Kondisi tidak sadarkan diri berlangsung hingga malam dengan diselingi kejang dua kali. Menurut analisis dokter kepala ibu ini bengkak dan ginjal serta livernya sudah terkena.

Sedangkan bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Cantik dan sehat. Dan bayi mungil dengan hidung mancung ini langsung di bawa pulang ke rumah beberapa jam setelah dilahirkan.

Malam itu juga ibu yang selalu periang ini langsung di rujuk ke RS Dr Soetomo. perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 6 jam ini tidak lepas dari pengawasan dua perawat yang mendampinginya. Untuk perawatan lebih intensif, Ibu ini ditempatkan di ruang isolasi. Banyak sekali peralatan yang menempel di tubuhnya. Ada yang untuk mendeteksi jantung, oksigen, kencing, paru-paru dan sebagainya. Selama perawatan intensif sepertinya tidak ada perubahan sama sekali. Ibu yang memiliki putra-putri luar biasa ini masih tetap dalam kondisi koma.

Segala sesuatu telah dilakukan, dokter telah bekerja dengan maksimal. Segala ikhtiar telah dijalankan tapi tidak menghasilkan. Akhirnya Allah memeberikan jalan terbaik, tepat pada hari Jumat tanggal 15 Januari 2010 pukul 9.20, Allah memanggil ibu ini dalam suasana yang damai. Innalillahi wa Innalillahi rojiun. Dua kemulian mengiringi wafatnya. Pertama wafat sebagai seorang sahid karena melahirkan, dan wafat pada hari Jumat.

Perjuangan tiga ibu yang luar biasa untuk anak-anaknya. Memberi kehidupan ke anak adalah lebih penting bagi seorang ibu dari pada nyawanya. Hormat kami untuk para pejuang sejati.

Ibu, Kasihmu sepanjang masa
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 12:03 PM, | 2 comments

Gus Dur, Selamat Jalan

Friday, January 01, 2010
Tanggal 30 Desember aku menerima tamu dari Hawaii, seorang staff East West Centre (EWC), Namji, dia datang denga anaknya yang berumur 14 tahun, namanya Clear. Mereka datang jam 12.30 siang, lalu kami dengan membawa mobil dari Jogja menuju Jombang. Tamuku ini mendapat undangan untuk mengikuti Haflah Ma'iyah se Nusantara oleh Emha Ainun Najib (Cak Nun) di Sumobito, Peterongan, Jombang.

Dalam perjalanan ke Jombang, ada sms dari adekku yang mengabarkan tentang kabar wafatnya Gus Dur. aku langsung check di detik.com, ternyata benar. Duka yang mendalam langsung menggelayuti. Seketika semua memori akan pertemuan-pertemuanku dengan Gus Dur dan juga keluarganya langsung berkelebat dalam pikiranku.

Nyampek Jombang jam 9 malam, meletakkan barang-barang di Hotel lalu langsung berangkat ke Sumobito tempat acara. Ma'iyah adalah pengajian/perkumpulan yang diadakan Cak Nun di beberapa tempat di Indonesia, dan malam itu adalah Haflah Ma'iyah se-nusantara. Anggota Ma'iyah dari Mandar, Sulawesi juga ada yang datang. Ada ratusan orang yang berkumpul malam itu. Beberapa bule juga terlihat. Group Letto juga lengkap.

Saat aku datang mereka sedang melakukan sholat Ghoib untuk Gus Dur. Sepanjang acara Cak Nun dan Kyai Kanjengnya selalu menyelipkan doa untuk Gus Dur. Bagi masyarakat Jombang tentu sangat berduka. Gus Dur merupakan putra Jombang yang luar biasa. Lahir dari pasangan yang hebat. Ibu Nyai Sholehah (Ibu Gus Dur) adalah putra Kyai Bisri Samsuri pengasuh dari salah satu pondok terbesar di Jombang, namanya Pondok Denanyar. Aku dulu pernah mondok di situ tapi cuman sebulan karena gak kerasan . Abah Gus Dur Kyai Wahid adalah putra dari Kyai Hasyim Asya'ari pendiri NU dan pengasuh Pondok pesantren Tebuireng. Gus Dur pernah tinggal dan sekolah bersama bibi beliau, Ibu Nyai Musyarofah, pengasuh pondok pesantren Al-Fathimiyyah, Tambakberas, Jombang. Aku menghabiskan waktu 4 tahun di pesantren ini. Gus Dur bertemu dengan Ibu Sinta Nuriyyah juga di pesantren ini. Saat itu Gus Dur mengajar di pondok ini dan Ibu Sinta santri yang sedang belajar di sini.

Acara haflah Ma'iyah biasa berlangsung hingga pagi, ketika kami balek ke hotel jam 1.30 dini hari acara masih berlangsung. sepanjang perjalanan dari Sumobito ke Hotel yang terletak di tengah kota Jombang terlihat mobil polisi berlalu lalang. Di beberapa masjid dan mushola banyak berkumpul orang, mereka memanjatkan doa untuk Gus Dur. Kehilangan yang besar untuk JOmbang.

Pagi jam 8 kami keluar dari hotel dan menuju Pondok Pesantren Darul Ulum di peterongan, tamuku akan mengisi pertemuan guru-guru Bahasa Inggris di pesantren tersebut. Dalam perjalanan 15 menit itu terlihat bendera setengah tiang sudah mulai dikibarkan di beberapa rumah. Polisi juga mulai menjaga jalan.

Kami mempercepat acara di Darul Ulum karena kami takut tidak bisa keluar dari JOmbang. Jam 11.30 kami keluar dari pesantren. Jalan utama Surabaya-Jombang sudah sangat padat. Sistem buka-tutup sudah diterapkan. Bahkan di perempatan dekat stasiun Jombang jalan yang menuju arah ke Tebuireng sudah di tutup. Di pinggir jalan masyarakat sudah berjubel untuk memberikan sambutan terahir ke Gus Dur. Sekolah-sekolah di sekitar jalan yang akan dilewati oleh jenazah Gus Dur diliburkan dan murid-muridnya berjejer di pnggir jalan.

Sebenarnya dalam hati terdalamku, aku pengen sekali ta'ziah ke Tebuireng. Pengalaman bertemu dengan Gus Dur, darah Nahdliyin, dan kekaguman akan pemikiran Gus Dur meninggalkan duka yang mendalam, menjadikan keinginan untuk memberikan penghormatan terahir ke Gus Dur sangat menggebu. Tapi, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku datang ke Jombang untuk mengantarkan tamu, sedangkan tamu buleku ini tentu tidak ada kepentingan sama sekali untuk ta'ziah ke Gus Dur, apalagi jadwal dia sangat padat. Saat semua orang berbondong-bondong ke Jombang, aku malah berusaha menerobos keramaian orang untuk meninggalkan JOmbang hiksss sedih banget . Pengeeeeeeeeeeeeen banget bergabung dengan banyak orang menunggu jenazah Gus Dur, tapi I couldn't make it....
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 9:54 AM, | 4 comments

Cerita "menyapih" TV

Thursday, December 17, 2009
Aku dari dulu bukan penikmat TV. Kalau ada ya dilihat, gak ada enggak nyari. Ketambahan di Hawaii jadi benar-benar terpisah dari TV. Karena internet bisa menyajikan secepat televisi. jadi ketika pulang ke Indonesia, aku benar-benar tidak terikat sama sekali dengan TV. Di rumahku, TV nya diletakkan di lantai dua. Aku jarang banget naik ke atas. Bisa jadi dalam lima hari cuman sekali naik ke atas, itupun tidak untuk nonton TV. Jadi jangan tanya soal nama-nama artis atau judul-judul sinetron. I did not have any idea.

Aku prihatin ngelihat anak-anakku yang sangat dekat dengan TV. aktivitasnya lebih sering di depan TV tok. Makan di depan TV, belajar di depan TV, tidur-tiduran sambil lihat TV.

Makanya ketika pindah ke Jogja, aku dan suami memutuskan untuk tidak pakai TV dulu. Selama tiga bulan penuh anakku tidak lihat TV di Jogja. Konsekwensinya external hardisku penuh dengan film-film. Kebanyakan filmnya adalah kartun yang berbahasa enggris tidak ada dubbingnya. Jadi setiap hari anakku bisa nonton film lebih dari 2-3 film.

Sisi positivenya banyak vocabulary baru bahasa Enggris yang masuk otak anakku. Jadi kadang-kadang dia nyapa aku dan Babahnya "hi Guys." hehhee dia juga sering kali bertanya kata-kata baru yang dia dengar. Dan dia sepertinya enjoy-enjoy saja kok.

Ketika aku punya Mbak di rumah, aku mulai berpikir untuk punya TV. Bayangkan kalau anak-anak lagi sekolah terus kerjaan rumah selesai kasian kan kalau tidak ada TV? suruh buka laptop yo gak bisa dan gak mau, ya sudahlah akhirnya TV menghiasi rumah.

Setelah proses menyapih 3 bulan itu, memang pertamanya anakku jadi sueneng banget ada TV, tapi lama-lama dia cuek-cuek aja dengan TV. Paling-paling pagi saja lihat kartun sebelum berangkat sekolah, tidak ngendon di TV terus menerus. Mainan di luar juga masih jalan.

Jadi berpikir untuk melakukan "sapih" TV kapan-kapan lagi
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 2:43 PM, | 7 comments